Rabu, 25 Januari 2012

Sekolah sebagai Wiyata Mandala

Sekolah sebagai Wiyata Mandala. Carut marutnya dunia pendidikan telah banyak disorot dan dibicarakan orang mulai dari atas sampai bawah. Bukan hanya masalah sistem pendidikan, atau salah penerapan secara teknis semata. Melainkan dipengaruhi pula oleh campur tangan pihak-pihak tertentu yang menjadikan pendidikan sebagai komoditas di luar pendidikan itu sendiri, mulai dari politik sampai ke masalah ekonomi, mulai dari tingkat pusat sampai tingkat daerah terkecil.
Hal ini perlu dipahami oleh semua pihak, bahwa sekolah merupakan Wiyata Mandala. Fungsi sekolah sebagai wiyata mandala harus benar-benar dilaksanakan. Wiyata Mandala adalah lingkungan pendidikan tempat berlangsung proses belajar-mengajar. Hal ini tertuang dalam wawasan wiyata mandala ditetapkan dalam Surat Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) nomor :13090/CI.84 tanggal 1 Oktober 1984 sebagai sarana ketahanan sekolah. Wawasan Wiyata Mandala merupakan konsepsi atau cara pandang; bahwa sekolah adalah lingkungan atau kawasan penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tidak boleh digunakan untuk tujuan-tujuan diluar tujuan pendidikan.
Saat ini dunia pendidikan seolah menjadi ajang yang tepat dan pas untuk sarana politik. Di tingkat pusat, kampanye partai yang mengangkat janji pendidikan yang lebih baik, jumlah Menteri Kabinet Indonesia Bersatu yang berlatar belakang kalangan profesional lebih sedikit dibanding orang-orang partai, (mungkin) termasuk di Departemen Pendidikan Nasional. Di tingkat daerah, menjadikan isyu pendidikan sebagai kampanye politik pemilihan kepala daerah, bahkan melibatkan Dinas Pendidikan dan guru  dengan janji-janji yang manis seperti kesejahteraan, pengangkatan guru, dsb.
Di sisi lain komersialisasi pendidikan terjadi. Tekanan ekonomi membuat sebagian oknum kepala sekolah atau guru melakukan bisnis promosi, penjualan buku di sekolah bekerja sama dengan penerbit bekerja atau birokrat di lingkungan pendidikan. Bahkan pendidikan terindikasi dikomersialisasikan. Bahkan dengan adanya bantuan BOS seolah kepala sekolah atau guru menjadi “kontaktor” baru. Terkadang dengan alasan keuangan sekolah, merelakan sekolahnya menjadi background film atau sinetron yang tidak ada kaitannya dengan dunia pendidikan.
Peningkatan kesejahteraan guru dengan adanya sertifikasi guru menimbulkan gejala-gejala kurang baik, seperti pemerolehan ijasah kesetaraan hanya sebagai syarat bukan bukti hasil menimba ilmu, lebih mengutamakan hak daripada kewajiban seorang guru.
Yang paling perlu diwaspadai adalah warga sekolah (entah kepala sekolah, guru, orang tua siswa, murid atau warga sekitar) memanfaatkan sekolah sebagai tempat penyebaran aliran sesat, penjualan barang terlarang, atau kegiatan yang bertentangan dengan hukum dan undang-undang.
Inti pokok wiyata mandala:
1.  Sekolah merupakan lingkungan atau kawasan penyelengara pendidikan.
2.  Kepala sekolah sebagai penyelenggaraan pendidikan dalam lingkungan sekolahnya, memiliki wewenang dan tanggung jawab penuh.
3.  Antara guru dan orang tua siswa harus ada saling pengertian dan kerjasama erat untuk mengemban tugas pendidikan bersama.
4.  Para warga sekolah di dalam maupun di luar sekolah harus senantiasa menjunjung tinggi martabat dan citra guru.
5.  Sekolah harus berpijak pada masyarakat sekitarnya dan mendukung antar warga.
Sebagai Wiyata Mandala, Sekolah seyogyanya tidak boleh digunakan untuk :
a. Promosi dan penjualan produk yang tidak ada hubungannya dengan pendidikan.
b. Propaganda politik atau tempat berkampanye.
c. Pembuatan film atau sinetron tanpa izin Pemda dan tidak ada kaitannya dengan pendidikan.
d. Tempat penyebaran aliran sesat dan penyebaran ajaran agama tertentu yang bertentangan dengan undang-undang.
e. Kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan, perselisihan, sehingga susana sekolah menjadi tidak kondusif.
Setidaknya, pemerintah sebagai penyelenggara negara lebih memperhatikan dan mengembalikan fungsi sekolah sebagai wiyata mandala tanpa di campuri kegiatan lain yang tidak ada kaitannya dengan pendidikan. Politisasi dan komersialisasi pendidikan merupakan kepentingan segelintir orang, sementara kepentingan pendidikan yang lebih besar terabaikan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management