Sabtu, 21 Januari 2012

Gunakan Formalin, Pemilik Pabrik Tahu Terdakwa

Tahu merupakan salah satu makanan khas Indonesia yang digemari banyak orang. Terbuat dari bahan kacang kedelai, tahu diyakini mengandung gizi yang baik untuk tubuh. Namun, tahu juga dapat membahayakan tubuh jika proses pembuatannya melibatkan zat-zat kimia, seperti Formalin. Gara-gara zat kimia yang satu inilah seorang pemilik pabrik tahu berurusan dengan hukum.
 
Adalah Ferry bin H Rohim, pemilik pabrik tahu dimaksud yang menyandang status terdakwa karena diduga menggunakan zat Formalin atau lazim dikenal juga dengan nama Metanal dalam memproduksi tahu. Kasus Ferry mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/1).
 
Mengenakan kemeja putih celana hitam dibalut dengan rompi bertuliskan “Tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan”, Ferry tertunduk mendengarkan penuntut umum Arya Wicaksana menguraikan surat dakwaan. Ferry, tutur Arya, adalah seorang pengusaha pemilik pabrik UD Indah Lestari yang memproduksi tahu Cina dan tahu Bandung.
 
Dalam memproduksi tahu, Ferry ternyata tidak hanya menggunakan bahan-bahan standar seperti kacang kedelai, garam, wasertol dan coko, tetapi juga ditambah dengan Formalin yang dibeli di sebuah toko di Palmerah, Jakarta Barat. Padahal, Formalin dilarang digunakan untuk campuran pembuatan bahan makanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 1168/MENKES/PER/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan.
 
“Oleh karena formalin berupa larutan kimia yang tidak berwarna dan beraroma tajam yang mengandung sekitar 37 persen Formaldehid dan untuk dipergunakan sebagai bahan pembunuh hama serta banyak dipakai sebagai bahan pengawet mayat,” ujar Arya.
 
Pada 6 Juni 2011, dua anggota polisi dari Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya yakni A  Sinambela dan Gumilar Prasetya melakukan pemeriksaan di pabrik milik terdakwa. Dari hasil pemeriksaan ditemukan satu kantong plastik tepung coko, satu kantong plastik air biang, setengah liter rendaman tahu kecil, setengah liter air kran, setengah liter air rendaman tahu besar, setengah liter air rendaman tahu kuning, satu kantong plastik wasertol, dua buah tahu besar berwarna putih, dua potong tahu kecil berwarna putih.
 
Kesemuanya itu, urai Arya, diteliti di laboratorium forensik Mabes Polri. Lalu, diperiksa juga di laboratorium Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Hasilnya, berdasarkan berita acara pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No Lab: 143/KKF/2011 tertanggal 24 Juni 2011, disimpulkan bahwa air rendaman tahu dan tahu yang dihasilkan positif mengandung Formalin. Hasil pemeriksaan laboratorium BPOM tertanggal 12 Agustus 2011 juga menyimpulkan hal yang sama.
 
“Dengan demikian, tahu yang diproduksi pabrik milik terdakwa tidak memenuhi syarat Peraturan Menteri Kesehatan tentang Bahan Tambahan Makanan,” ujar Arya.
 
Menurut Arya, tahu yang yang diproduksi pabrik milik terdakwa, selain tidak memenuhi persyaratan juga membahayakan kesehatan konsumen. Atas perbuatannya, Ferry dijerat dengan Pasal 55 huruf b UU No 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Usai persidangan, Ferry enggan berkomentar.
 
Pasal 55 yang menjadi pasal dakwaan penuntut umum berisi sejumlah larangan terkait pangan. Larangan itu antara lain mencakup menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi, menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan atau menggunakan bahan tambahan pangan secara melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan, dan beberapa larangan lainnya.
 
Ancaman pidana pasal ini, penjara paling lama lima tahun dan atau denda paling banyak Rp600 juta. Hukumannya akan ditambah seperempat apabila menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia atau ditambah sepertiga apabila menimbulkan kematian.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management