Semarang (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI, Eva Kusuma Sundari, mengaku terinspirasi kinerja Brigadir Anti-Korupsi Kepolisian Prancis yang menjadikan para pejabat dan politikus sebagai sasaran penindakan.

"Dalam kunjungan ke Brigadir Anti-Korupsi Kepolisian Perancis, Selasa (6/3), diperoleh fakta bahwa integritas para pejabat dan politikus adalah faktor kunci dalam kinerja pemberantasan tipikor sehingga mereka menjadi sasaran penindakan (strategi represi)," kata anggota Komisi III DPR RI, Eva Kusuma Sundari, dari Prancis kepada ANTARA di Semarang, Rabu malam.

Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI itu bersama 11 delegasi Komisi III (Bidang Hukum & Perundang-undangan, Hak Asasi Manusia, dan Keamanan) sejak Selasa (6/3) berada di Prancis dan dijadwalkan pulang ke Tanah Air pada hari Jumat (9/3). Salah satu agendanya adalah mengunjungi Brigadir Anti-Korupsi Kepolisian Prancis.

Sebelumnya, delegasi yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI Aziz Syamsuddin berkunjung ke "The Central Service for the Prevention of Corruption" (SCPC).

Dijelaskan Eva, Brigadir Anti-Korupsi Kepolisian Prancis ini terdiri atas dua divisi/komisi, yaitu Komisi Transparansi Keuangan dan Kehidupan Politik yang dibentuk sejak 1988 dan Komisi Nasional Rekening Kampanye dan Pendanaan Politik yang didirikan pada tahun 2010.

"Komisi pertama, bertugas untuk menganalisis harta para politikus dan keluarganya sekaligus memeriksa jika ada pertambahan kekayaan yang tidak wajar," kata wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Timur VI itu.

Komisi kedua, lanjut dia, betugas memeriksa pendanaan selama pemilihan umum (pemilu) dan rekening partai-partai politik yang terlibat. Dalam kaitan ini, tiap politikus dan parpol harus mendeklarasikan dana kampanye sebelumnya sehingga dua komisi itu dan publik dapat memonitor pelaksanaannya.

"Dari gambaran tersebut, tugas Brigadir Kepolisian ini memastikan adanya kampanye politik yang sehat, bersih, dan pemberian sumbangan-sumbangan dari perusahaan secara transparan kepada parpol," katanya.

Menurut dia, yang menarik dari temuan komisi-komisi itu mampu membatalkan pengangkatan seorang politikus. Bahkan, bisa sampai pada rekomendasi pembubaran parpol, termasuk menangani kasus mantan Presiden Prancis Jacques Chirac.

"Keberadaan dan mekanisme yang terlembaga dan permanen tehadap akuntabilitas politik ini patut dipertimbangkan mengingat hal ini faktor penting penentu kinerja pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor), termasuk untuk konteks Indonesia," katanya.

Dalam praktiknya, lanjut dia, di Prancis ada aturan pembatasan biaya kampanye politikus dan parpol serta melaporkan penggunaan dana tersebut ke Brigadir setelah mereka mendeklarasikan dana kampanye ke publik.

"Ada insentif menarik, bagi politikus yang bisa mencapai 5 persen BPP (bilangan pembagi pemilih, red.) dapat meminta penggantian biaya dari Pemerintah. Mekanisme ini untuk mencegah pemberian sponsor dari pengusaha-pengusaha untuk para politikus," kata Eva.